THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Senin, 03 Mei 2010

reality konselling

RESUME TEORI REALITAS

Disusun sebagai salah satu pemenuhan tugas mata kuliah Teknik Konseling

Dosen pengampu : Dr. Suwarjo, M.Si

Disusun oleh:

1. Reni Pramudiani 08104241003

2. Lilik Inung Prawitasari 08104241028

3. Ismail Alfatoni 08104241035

4. Galang Adi Prawira 08104241040

PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN PSKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2010

KONSELING REALITAS

Biografi Tokoh

William Glasser adalah seorang psikiater yang mengembangkan konseling realitas pada tahun 1950-an. Gllassser mengembangkan teori ini karena merasa tidak puas dengan praktek psikiatri yang telah ada dan dia mempertanyakan dasar-dasar keyakinan terapi yang berorientasi kepada Freudian.

Glasser dilahirkan pada tahun 1925 dan dibesarkan di Cleveland, Ohio. Pada mulanya Glasser belajar dibidang teknik kimia di Universitas Case Institute Of Technology. Pada usia 19 tahun ia dilaporkan sebagai penderita shyness atau rasa malu yang akut

Pada perkembangan selanjutnya Glasser tertarik studi psikologi, kemudian dia mengambil program psikologi klinis pada Western Reserve University dan membutuhkan waktu tiga tahun untuk meraih gelar Ph.D ahirnya Glasser menekuni profesinya dengan menetapkan diri sebagai psikiater.

Setelah beberapa waktu melakukan praktek pribadi dibidang klinis Glasser mendapatkan kepercayaan dari California Youth Authority sebagai kepala psikiater di Ventura School For Girl. Mulai saat itulah Glasser melakukan eksperimen tentang prinsip dan teknik reality terapi.

Pada tahun 1969 Glasser berhenti bekerja pada Ventura dan mulai saat itu mendirikan Institute For Reality Theraphy Di Brent Wood. Selanjutnya menyelenggarakan educator treaning centre yang bertujuan meneliti dan mengembangkan program-program untuk mencegah kegagalan sekolah. Banyak pihak yang dilatih dalam lembaganya ini antara lain: perawat, pengacara, dokter, polisi, psikolog, pekerja social dan guru.

Dasar Teori

Adanya konseling realitas tidak terlepas dari keberadaan William Glasser. Glasser adalah seorang tokoh yang mengemukakan tentang konseling realitas dalam bukunya reality counseling. Dalam pandangannya glasser mempunyai pandangan bahwa semua manusia memiliki kebutuhan dasar, kebutuhan dasar manusia meliputi kebutuhan bertahan hidup (survival), mencintai dan dicintai (love and belonging), kekuasaan atau prestasi (power or achievement), kebebasan atau kemerdekaan (freedom or independence), dan kesenangan (fun) (Corey, 2005). Glesser (2000) meyakini bahwa di antara kebutuhan dasar tersebut kebutuhan mencintai dan dicintai merupakan yang utama dan paling sukar pemenuhannya.Kedua kebutuhan tersebut dapat digabungkan dan disebut sebagai Kebutuhan Identitas.

Kebutuhan identitas mempunyai dua arah, yang pertama adalah jika individu mengalami keberhasilan individu tersebut akan mencapai identitas kesuksesan yang disebut sebagai Success Identity. Sedangkan individu yang mengalami kegagalan disebut sebagai failure identity.

Pada dasarnya Failure identity ini dibangun oleh individu yang tidak mempunyai tanggung jawab karena menolak keberadaan realitas sosial, moral maupun dunia sekitarnya. Menurut Glasser orang yang mengalami gangguan mental adalah orang yang menolak keberadaan realitas tersebut.

Dalam penolakan realitas tersebut ada dua cara yaitu:

  1. mengubah dunia nyata dalam dunia pikirannya agar mereka merasa cocok.
  2. mengabaikan realitas tersebut.

Sedangkan untuk mencapi success identity seorang individu harus memiliki dua kebutuhan dasar yaitu:

  1. mengetahui bahwa setidaknya ada seseorang yang mencintainya dan setidaknya dia juga mencintai seoseorang.
  2. memandang dirinya sebagai orang yang berguna selainsebagai stimulan dan berkeyakinan bahwa orang lain melihatnya sebagai orang yang berguna juga.

Kedua kebutuhan tersebut ada pada diri manusia bukan hanya salah satu diantaranya saja.

Kemudia Glasser bersama Zennin beranggapan bahwa tercapainya kebutuhan dasar dicintai dan dihargai akan menghasilkan pribadi yang bertanggung jawab. Konseling realitas memandang individu dari perilaku. Perilaku yang dimaksud berbaeda pada perilaku behavioristik. Perilaku tersebut adalah perilaku yang memiliki standar obyektif yang disebut sebagai reality.

Pokok pemikiran

  • Pendapat tradisional yang beranggapan bahwa seseorang berperilaku tidak bertanggungjawab disebabkan oleh gangguan mental ditolak oleh Glasser. Justru ia berpendapat bahwa orang mengalami gangguan mental karena ia berperilaku tidak bertanggungjawab. Terapi realitas menekankan pada masalah moral antara benar dan salah yang harus diperhadapkan kepada konseli sebagai kenyataan atau realitas. Terapi realitas menekankan pertimbangan menyangkut nilai-nilai. Ia menekankan bahwa perubahan mustahil terjadi tanpa melihat pada tingkah laku dan membuat beberapa ketentuan mengenai sifat-sifat konstruktif dan destruktifnya.
  • Pengalaman masa lalu diabaikan karena terapi realitas mengarahkan pandangan penilaiannya pada bagaimana perilaku saat ini dapat memenuhi kebutuhan konseli. Dengan kata lain terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang. Meskipun tidak menganggap perasaan dan sikap tidak penting, tetapi terapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah laku sekarang. Terapi realitas adalah proses pengajaran (teaching process)dan bukan proses penyembuhan (healing process). Itu sebabnya terapi realitas sering menggunakan pula pendekatan kognitif dengan maksud agar konseli dapat meneyesuaikan diri terhadap realitas yang dihadapinya.
  • Faktor alam bawah sadar sebagaimana ditekankan pada psiko-analisis Freud tidak diperhatikan karena Glasser lebih mementingkan “apa” daripada “mengapa”-nya.
  • Terapi realitas menolong individu untuk memahami, mendefinisikan, dan mengklarifikasi tujuan hidupnya.
  • Terapi realitas menolak alasan tertentu atas perbuatan yang dilakukan. Misalnya, orang yang mencuri tidak boleh beralasan bahwa ia terpaksa atau kepepet, dsb.
  • Terapi realitas transferensi yang dianut konsep tradisional sebab transferensi dipandang suatu cara bagi terapis untuk tetap bersembunyi sebagai pribadi. Terapis bisa menjadi orang yang membantu para klien dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sekarang dengan membangun suatu hubungan yang personal dan tulus.

Tujuan konseling realitas

Tujuan utama pendekatan konseling ini untuk membantu menghubungkan (connect) atau menghubungkan ulang (reconnected) klien dengan orang lain yang mereka pilih untuk mendasari kualitas hidupnya. Di samping itu, konseling realitas juga bertujuan untuk membantu klien belajar memenuhi kebutuhannya dengan cara yang lebih baik, yang meliputi kebutuhan mencintai dan dicintai, kekuasaan atau berprestasi, kebebasan atau independensi, serta kebutuhan untuk senang. Sehingga mereka mampu mengembangkan identitas berhasil (success identity).
Telah dikatakan didepan bahwa untuk mencapai succes identity diperlukan suatu rasa tanggung jawab dari individu, untuk mencapinya individu harus mencapai kepuasan terhadap kebutuhan personal.
Individu yang memiliki identitas berhasil akan menjalankan kehidupannya sesuai dengan prinsip 3 R, yaitu right, responsibility, dan reality (Ramli, 1994). Right merupakan nilai atau norma patokan sebagai pembanding untuk menentukan apakah suatu perilaku benar atau salah. Responsibility merupakan kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya tanpa mengganggu hak-hak orang lain. Reality merupakan kesediaan individu untuk menerima konsekuensi logis dan alamiah dari suatu perilaku.

Karakteristik Konselor Realitas

Dalam konseling realitas diperlukan konselor yang memiliki karakter sebagai berikut:

1. konselor harus mengutamakan keseluruhan individual yang bertanggung jawab, yang dapat memenuhi kenbutuhannya.

2. konselor harus kuat dan yakin bahwa dia tidak pernah bijaksana. Dengan demikian konselor dapat menahan diri dari tekanan klien untuk membenarkan perilakunya dan menolak alasan dari perilaku klien yang irrasional.

3. konselor harus hangat, sensitif terhadap kemampuan untuk memahami orang lain.

4. konselor harus dapat bertukar pikiran dengan klien.

Selain itu konselor juga harus dapat meyakinkan klien bahwa kebahagiaan bukan pada proses konseling akan tetapi pada perilaku dan keputusan klien. Klien adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas dirinya.

Prosedur konseling

Dalam menerapkan prosedur konseling realitas, Wubbolding (dalam Corey, 2005) mengembangkan sistem WDEP. Setiap huruf dari WDEP mengacu pada kumpulan strategi: W = wants and needs (keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhan), D = direction and doing (arah dan tindakan), E = self evaluation (evaluasi diri), dan P = planning (perencanaan). Di samping itu, perlu untuk diingat bahwa dalam konseling realitas harus terlebih dulu diawali dengan pengembangan keterlibatan. Oleh karenanya sebelum melaksanakan tahapan dari sistem WDEP harus didahului dengan tahapan keterlibatan (involvement) (Rasjidan, 1994). Berikut ini bahasan mengenai konseling realitas secara lebih mendetail,

1. Pengembangan Keterlibatan dalam tahap ini konselor mengembangkan kondisi fasilitatif konseling, sehingga klien terlibat dan mengungkapkan apa yang dirasakannya dalam proses konseling

2. Eksplorasi Keinginan, Kebutuhan dan Persepsi (wants and needs)
Dalam tahap eksplorasi keinginan, kebutuhan dan persepsi konselor berusaha mengungkapkan semua kebutuhan dan kebutuhan klien beserta persepsi klien terhadap kebutuhannya. Eksplorasi kebutuhan dan keinginan dilakukan terhadap kebutuhan dan keinginan dalam segala bidang, meliputi kebutuhan dan keinginan terhadap keluarga, orang tua, guru, teman-teman sebaya, sekolah, guru, kepala sekolah, dan lain-lain. Konselor, ketika mendengarkan kebutuhan dan keinginan klien, bersifat menerima dan tidak mengkritik. Berikut ini beberapa pertanyaan yang dapat digunakan untuk panduan mengeksplorasi kebutuhan dan keinginan klien.

a. Kepribadian seperti apa yang kamu inginkan?

b. Jika kebutuhanmu dan keluargamu sesuai, maka kamu ingin keluargamu seperti apa?

c. Apa yang kamu lakukan seandainya kamu dapat hidup sebagaimana yang kamu inginkan?

d. Apakah kamu benar-benar ingin mengubah hidupmu?

e. Apa keinginan yang belum kamu penuhi dalam kehidupan ini?

3. Eksplorasi Arah dan Tindakan (direction and doing). Eksplorasi tahap ini dilakukan untuk mengetahui apa saja yang telah dilakukan klien guna mencapai kebutuhannya. Tindakan yang dilakukan oleh klien yang dieksplorasi berkaitan dengan masa sekarang. Tindakan atau perilaku masa lalu juga boleh dieksplorasi asalkan berkaitan dengan tindakan masa sekarang dan membantu individu membuat perencanaan yang lebih baik di masa mendatang. Dalam melakukan eksplorasi arah dan tindakan, konselor berperan sebagai cermin bagi klien. Tahap ini difokuskan untuk mendapatkan esadaran akan total perilaku klien. Membicarakan perasaan klien bisa dilakukan asalkan dikaitkan dengan tindakan yang dilakukan oleh klien. Beberapa bentuk pertanyaan yang dapat digunakan dalam tahap ini: “Apa yang kamu lakukan?”, “Apa yang membuatmu berhenti untuk melakukan yang kamu inginkan?”, Apa yang akan kamu lakukan besok?”

4. Evaluasi Diri (self evaluation) Tahap ini dilakukan untuk mengevaluasi tindakan yang dilakukan konselor dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginannya: keefektifan dalam memenuhi kebutuhan. Beberapa pertanyaan yang dapat digunakan untuk memandu tahapan ini:

a. Apakah yang kamu lakukan menyakiti atau membantumu memenuhi kebutuhan?

b. Apakah yang kamu lakukan sekarang seperti yang ingin kamu lakukan?

c. Apa perilakumu sekarang bermanfaat bagi kamu?

d. Apakah ada kesesuaian antara yang kamu lakukan dengan yang kamu inginkan?

Setelah proses evaluasi diri ini diharapkan klien dapat malakukan evaluasi diri bagi dirinya secara mandiri.

5. Rencana dan Tindakan (planning)

Ini adalah tahap terakhir dalam konseling realitas. Di tahap ini konselor bersama klien membuat rencana tindakan guna membantu klien memenuhi keinginan dan kebutuhannya. Perencanaan yang baik harus memenuhi prinsip SAMIC3, yaitu:

a. Sederhana (simple)

b. Dapat dicapai (attainable)

c. Dapat diukur (measureable)

d. Segera dilakukan (immediate)

e. Keterlibatan klien (involeved)

f. Dikontrol oleh pembuat perencanaan atau klien (controlled by planner)

g. Komitmen (commited)

h. Secara terus-menerus dilakukan (continuously done)

Ciri-ciri rencana yang bisa dilaksanakan klien:

a. Rencana itu didasari motivasi dan kemampuan klien

b. Rencana yang baik sederhana dan mudah dipahami

c. Rencana berisi runtutan tindakan yang positif

d. Konselor mendorong klien untuk melaksanakan rencana secara independen

e. Rencana yang efektif dilaksanakan dalam kegiatan sehari-hari dan berulang-ulang

f. Rencana merupakan tindakan yang berpusat pada proses, bukan hasil
Sebelum rencana dilaksanakan, dievaluasi terlebih dahulu apakah realistis dan dapat dilaksanakan Agar klien berkomitmen terhadap rencana, rencana dibuat tertulis dan klien bertanda tangan di dalamnya

Teknik konseling yang digunakan

1. Terlibat dalam permainan peran dengan klien,

2. Menggunakan humor,

3. Mengonfrontasikan klien dan menolak dalih apapun,

4. Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi tindakan,

5. Bertindak sebagai model dan guru,

6. Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi,

7. Menggunakan terapi “kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk mengonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis, dan

8. Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif.

Peranan konselor

Dalam proses konseling realitas konselor juga dapat memberikan dorongan,yaitu dengan jalan memuji konseli ketika melakukan tindakan yang bertanggung jawab dan menunjukkan penolakannya jika klien tidak melakukannya.

Glasser berkeyakinan bahwa pendidikan dapat menjadi kunci yang efektif bagi hubungan kemanusiaan, dan dalam bukunya School without failure, dia menyusun sebuah program untuk membatasi kesalahan dan kegagalan, dengan memasukkannya ke dalam kurikulum yang relevan, mengganti system disiplin hukuman, menciptakan pengalaman belajar, sehingga siswa dapat memaksimalkan pengalamannya menjadi berhasil, membuat motivasi dan tantangan, membantu siswa mengembangkan perilaku yang bertanggung jawab, dan menetapkan cara melibatkan orang tua dan masyarakat dalam kegiatan sekolah yang relevan.

Jadi pendekatan reality therapy adalah aktif, membimbing, mendidik dan terapi yang berorientasi pada cognitive behavioral. Metode kontrak selalu digunakan dan jika kontrak terpenuhi maka proses konseling dapat diakhiri. Pendekatannya dapat menggunakan “mendorong” atau “menantang”. Jadi pertanyaan “what”dan “how” yang digunakan, sedangkan “why” tidak digunakan. Hal ini sangat penting untuk membuat rencana terus sehingga klien dapat memperbaiki perilakunya.

Kekurangan dan kelebihan terapi realitas

· Kekurangan

Salah satu kekurangan terapi realitas adalah ia tidak memberi penekanan yang cukup pada dinamika-dinamika tak sadar dan pada masa lampau individu sebagai salah satu determinan dari tingkah lakunya sekarang. Sementara Glasser di satu pihak tampaknya menerima peran masa lampau dan ketidak sadaran sebagai factor-faktor kausal dari tingkah laku sekarang, dilain pihak ia menolak nilai factor-faktor tersebut dalam memodifikasi tingkah laku sekarang.

Terapi realitas bisa menjadi suatu tipe campur tangan yang dangkal karena ia menggunakan kerangka yang terlampau disederhanakan bagi praktek terapi.

Pandangan Glasser itu terlalu menyederhanakan serta tidak sahih. Ia tidak mau mengakui bahwa banyak pasien mental adalah orang-orang yang sangat bertanggung jawab sebelum mulai menunjukkan gejala-gejala mereka. Juga, para pasien boleh jadi tetap bertanggung jawab dalam banyak area kehidupannya sementara mereka memperlihatkan tingkah laku yang psikotik atau ganjil.

· Kelebihan

Jangka waktu terapi realitas tampaknya adalah jangka waktu terapinya yang relative pendek dan berurusan dengan masalah-masalah tingkah laku sadar. Klien dihadapkan pada keharusan mengevaluasi tingkah lakunya sendiri dan membuat pertimbangan nilai. Pemahaman dan kesadaran tidak dipandang cukup; rencana tindakan dan komitmen untuk melaksanakannya dipandang sebagai inti proses terpeutik. Para klien boleh jadi ingin dimaklumi , memainkan permainan-permainan menyalahkan, dan memanggap orang lain sebagai pihak yang bertanggung jawab atas masalah-masalah yang dihadapi oleh mereka sekarang.

Contoh kasus yang dapat diatasi dengan pendekatan reality konseling

1. Seseorang yang ingin menjadi atlet namun mempunyai cacat fisik yang dapat menghambat aktivitas seorang atlet.

2.

3. Seorang anak yang ingin masuk kuliah di kedokteran, namun kondisi ekonomi orang tua yang tidak mencukupi untuk masuk kedoteran.

Daftar Pustaka

Corey, G. 2005. Theory and Practice Counseling and Psychotherapy. Belmont: Brooks/Cole-Thomson Learning.
Ramli, M. 1994. Selayang Pandang Pendekatan Konseling Realitas. Bina Bimbingan. Th. 9, No. 1. Hal. 8-12.
Rosjidan (Ed.). 1994. Pendekatan-Pendekatan Modern dalam Konseling. Malang: Jurusan PPB FIP IKIP MALANG.

http://rifqinurhanafi.blogspot.com/2009/07/konseling-realitas-by-mr-nawan.html